Pengobatan Cinta
Aku telah
jatuh cinta kepada Mentari Indah yang terbit di timur pada sepanjang wilayah
pantai. Ia menghangatkan tubuhku dengan pancaran sinarnya, tersenyum menghiasi
batas-batas kelam di masa lalu. Dan aku telah jatuh cinta kepadanya karena airmatanya
yang membasahi pipi dan darahnya yang mengalir di pergelangan tangannya,
membuat nafasku termotivasi untuk tetap setia menjaga keindahannya.
Kami tidak banyak
bicara, hanya terdiam dan menggunakan kata-kata yang diulang. Namun kami saling
memahami dan saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Hanya dengan satu
mata yang memandang kebaikan, kami mampu mengilhami kehidupan antara kami
berdua. Kesempurnaan yang selalu didambakan.
Dan cinta ini pun
mulai merasuk dan membawaku kepada hasrat terdalam, sehingga kami jatuh kepada
lubang neraka. Aku tidak merasakan panasnya, sebab aku menganggap panasnya
ialah kehangatan Mentari. Dan iapun tidak merasakan panasnya, sebab ia
menganggap panasnya ialah kehangatan cinta yang tercipta hanya untuk dirinya
sendiri. Maka kami pun bermain di lingkaran neraka.
Siang tidak
selamanya bertahan dan akan berganti menjadi malam kelam. Dan Mentari Indah
yang menghangatkan tubuh ini pun perlahan pergi menjauh dari pandanganku dan
secara perlahan pula aku berada di balik bayangan batu besar.
Ketika
kegelapan itu benar-benar berada di sekelilingku, aku menangis dan mencoba
untuk berlari dan mencari kesibukan yang tiada arti. Agar kehangatan itu terasa
kembali, agar harapan itu terlahir lagi, dan agar cahaya Mentari Indah tetap
terlihat di penghujung langit.
Aku mencari
cahaya surga (Nurul Jannah) di setiap kesempatan yang telah ku pahami tentang
makna kehidupan. Tetapi semua itu, tetap saja tidak berarti bagiku. Kehangatan
Mentari tetap saja tak tergantikan.
Dan ketika aku
lelah mencari kehangatan dan terduduk terdiam menatapi arti kehidupan yang tak
begitu lagi berarti, Mahkota (Iklil) itu datang kepadaku dengan membawakanku
kabar berita. Ia meletakan kepercayaannya kepadaku. Tugas, tanggung jawab, dan
amanah berada di atas pikiranku.
Semua tentang
kehidupan ini saling berkaitan, kebaikan hanya untuk orang baik dan kejahatan
hanya untuk orang jahat, maka berusahalah menjadi cahaya kebaikan ketika kelam
menghampiri. Dan aku pun termotivasi dengan segala tindakannya.
Meski aku
tidak mengetahui siapakah pemilik mahkota berharga itu, tetapi ia mampu
mengobati (Asy syifa) jiwa kelamku, sungguh aku merasa sangat kagum akan efek
yang diberikan. Bahkan tidak bisa diungkapkan dengan pujian yang berlebihan dan
banyak pujian pun tidak akan cukup untuk menyanjungnya.
Mahkota itu
memberikan pengobatan cinta dan jiwa ini kepadaku dan kepada siapa pun yang
membutuhkannya. Mengobati jiwa yang kelam dengan memberikan cahaya indah yang
terpancarkan saat ia berada di atas kepala ini.
Aku merasakan
kehangatan yang berbeda yang biasa ku rasakan saat Mentari Indah menghampiriku di
pagi hari. Kehangatan ini memiliki perasaan yang berbeda dari sebelumnya.
Mahkota itu telah membangunkanku dalam tidur panjang, sehingga meski Mentari
Indah telah tidak terlihat lagi dan hari telah menjadi malam, aku masih dapat
melihat kehidupan yang begitu luasnya.
Dengan
perlahan, diriku bangkit dan berdiri dan mulai mengikuti jejak-jejak kehangatan
itu. Perlahan ia menunjukan aku jalan menuju cahaya surga (Nurul Jannah)
kembali. Aku pun menangis karenanya. Aku menangis karena melampiaskan
kebahagiaanku. Dan ku kembali menangis karena seseorang yang bukan dari
jenisku.
Karena inilah
yang selama ini ku harapkan. Karena ini yang aku butuhkan. Seseorang yang
membawaku kepada kehangatan dan dengan penuh kesabaran menunjukanku kepada
Cahaya Surga, cahya kebahagiaan yang selama ini orang-orang mencarinya.
Aku memang
lemah dan tak berdaya, sehingga hanya berdiam diri dalam kelam dan hanya
menunggu seseorang membawa cahaya. Tetapi karena mahkota itu, aku merasakan
kekuatan yang tersembunyi dalam diri ini. Kemampuan untuk mengubah keadaan
dunia yang baru. Sungguh aku bersyukur kepadanya. Dan sungguh aku sangat kagum
kepadanya.
Aku yang
dahulu berada di lingkaran neraka, masih mencoba dan penasaran akan pengobatan
yang dilakukan oleh mahkota tersebut. Aku masih merasakan kehangatan meski tak
berada di dekat Mentari maupun berada di lubang neraka. Aku mencoba mencari
tahu akan kehangatan apakah yang ku rasakan ketika mahkota itu mengobati jiwa
ini.
Dan ketika
hati ini ingin mencari tahu, cahaya surga menetapkanku bahwa ada pembatas yang
perlu dijaga dalam segala pengobatan yang akan dilalui. Tidak boleh berlebihan
dalam mengenal dan tidak boleh pula tidak peduli dengan berbagai jenis
pengobatan. Pengobatan hanya dilakukan jika kita benar-benar membutuhkannya,
maka diperlukan obat dan pengobatan yang tepat dan sesuai.
Sejak saat itu
pun aku mulai menjaga batas dengan mahkota yang berharga itu, agar terhindar
dari fitnah dunia maupun terhindar dari fitnah dajjal yang kapan saja dapat menghampiri.
Namun semakin
ku simpan dan semakin ku pendam dalam-dalam, aku tidak mampu menahan perasaan
penasaranku dan aku pun tak mampu melawan hasrat yang tersirat di dalam
benakku. Aku adalah manusia lemah yang masih belum sepenuhnya terlepas dari lingkaran
neraka. Maka aku pun mencoba melanggar batas atas mahkota itu.
Akan tetapi, kehangatan
yang berbeda itu berubah menjadi panasnya neraka yang pernah aku alami saat
bersama Mentari Indah di pagi. Dan hatiku bertanya, kemanakah kehangatan yang
berbeda itu yang ku rasakan akibat mahkota itu?
Maka aku
mencoba mengumpulkan obat-obatan yang berada di Cahaya Surga, mulai dari cahaya
Mentari, Mahkota yang berharga, hingga pengharapan kepada sesuatu yang akan
berakhir dengan baik (Husnil Khotimah).
Namun,
kekosongan itu kembali merasuk jiwa ini. Kegelapan dengan sangat cepatnya
menutupi langit yang cerah. Awan mendung menutupi mata, hingga derasnya hujan
pun membasahi seluruh tubuh ini. Bukan kedinginan yang ku rasakan, melainkan
setiap tetes air yang menghujam bagaikan lahar panas yang melelehkan tulang.
Satu suratultimatum
pun tertujukan kepadaku dari Mahkota yang teragungkan. Dan aku merasakan
kehangatan yang berbeda itu lagi. Jiwa ini pun menjadi tenang kembali, diri ini
pun menjadi terbangunkan kembali dan hati ini pun menjadi bergairah kembali
dalam semangat menuju Cahaya Surga.
Maka aku pun
berfikir untuk kesekian kalinya, bahwa memang benar apa yang telah tertulis
oleh Cahaya Surga yakni pengobatan hanya dapat dilakukan dengan cara yang tepat
dan sesuai, sehingga seseorang dapat sehat kembali dan kehangatan itu pun dapat
dirasakan kembali.
Maka ketika
aku melihat mahkota itu, yang ku rasakan adalah lebih kepada menjaga batasan
terhadap segala macam bentuk tulisan dan tindakan, agar kehangatan itu tidak
terlepas dariku dan agar aku tidak kembali kepada panasnya api neraka.
Meski aku
terkadang kembali berjalan menuju jurang neraka, tetapi karena dia, aku dapat
dan mampu kembali lagi menuju Cahaya Surga. Dan meski terkadang, aku masih
tidak mampu mengendalikan jiwa dan
hasrat ini, dan lebih memilih mencari jalan lain. Tetapi karena dia,
mengingatkanku akan panasnya api neraka dan indahnya Cahaya Surga.
Sungguh aku
terkagum-kagum kepadanya. Dan aku pun senantiasa mendo’akan kebaikan untuknya
dan untuk diriku.
“Ya Allah, ya
Tuhan Kami, ampunilah dosa-dosa kami, ampunilah dosa orangtua kami, dosa
saudara kami dan dosa keluarga kami. Ya Allah, mudahkanlah bagi kami dalam
mencari ilmu, mencari rezeki, dan dalam menjaga kesehatan serta dalam segala
urusan yang bersandarkan kepada Mu. Ya Allah, kami berlindung kepada Mu dari
fitnah dunia dan fitnah dajjal serta jauhkanlah kami dari siksa kubur dan siksa
api neraka.”
“Ya Allah, ya
Tuhan kami, jika memang mahkota itu adalah sebagai obat dalam jiwaku, maka biarkanlah
ia menjadi obat bagiku untuk menuju Mu. Namun apakah aku pantas mendapatkan
mahkota yang sangat berharga itu? Sedangkan aku adalah manusia yang masih
berada dalam kelemahan yang nyata, maka berikanlah aku kekuatan dalam melangkah
di Jalan Mu, ya Allah. Dan jika mahkota itu bukanlah tulang rusukku, maka
biarkanlah aku tetap berada di Jalan Surga Mu, jalan untuk bertemu dengan Mu.”
Aamiin.
0komentar:
Posting Komentar